Jingga pun dengan seketika meluruhkan segala peluh dan kobar membara yang lama membungkam cakrawala.
Pelan dan perlahan, ia mulai merasuki jiwa penguasa yang nyaris ditinggalkannya...
Memang tak bisa dipungkiri, kini ia bak awan yang mengikuti laju angin.
Terdesak oleh letupan serupa kobaran yang setapak demi setapak menggusur singgasana atas nama penguasa.
Penguasa yang memang sedang tak berada di jalannya, tertutup kabut hitam...
Melegam, kehilangan pegangan...
* * * * * * * * * *
Puisi lainnya: Ketika Harus Mengatakan, "Sorry, Good Bye" Beri Aku Waktu Buntu Ataukah Memang Tak Berujung? Ingin Bumi . . . Hentakan Muak Hujan Gadis Amarah Cinta (Aku Malu Mengungkapkannya) Awal Sebuah Cerita (Sebuah Catatan Untukmu) Benci Secret Admirer Perasaan yang Mendalam Lepas
No comments:
Post a Comment