November 23, 2013

Angel Spring - Part 1

2 years ago...

Jariku menelusuri papan pengumuman berisi daftar nama siswa yang diterima di Seoul International High School (SIHS) dan...“YESS!! Han Da-In!”, kulihat namaku ada di urutan tiga belas. Aku berteriak dan meloncat kegirangan membuat pria jangkung yang berdiri di sebelahku terkejut.

“Ya! Kau sudah menemukan namamu? Namaku sepertinya tidak ada di daftar, aku tidak diterima, eottokhe?” pria itu mulai resah karena belum menemukan namanya.

Aku akhirnya membantu mencari, ketelusuri daftar nama itu perlahan dan……… “Hwang Chansung! Ini dia Hwang Chansung…ini dia!” teriakku sambil menunjuk-nunjuk nama yang kulihat.

“Hwang Chansung……benar Hwang Chansung! Aku diterima di SIHS! Yeeeaaaahh……!” teriakan pria jangkung bernama Chansung itu kini turut memecah keramaian. Kami melompat dan tertawa girang tanpa mempedulikan lirikan sinis dari calon siswa lain yang masih belum menemukan nama mereka.

Waktu berlalu begitu cepat, aku dan Chansung sudah bersama-sama sejak bangku taman kanak-kanak, bahkan sebenarnya sejak kami bayi. Kami memang tumbuh besar bersama karena orang tua kami sudah bersahabat sejak mereka remaja. Ayah kami juga mengembangkan usaha di bidang farmasi yang dirintis oleh kakekku. Selain itu, usia kami yang hanya terpaut satu bulan membuat kami lebih akrab layaknya saudara. Chansung yang berulang tahun di bulan Februari seringkali kembali ikut merayakan ulang tahun bersamaku yang lahir di bulan Maret. Kami nyaris tak terpisahkan dan berjanji akan selalu saling mendukung, apalagi setelah peristiwa kecelakaan yang harus merenggut nyawa kedua orang tuaku tiga tahun lalu. Sejak saat itu, aku tinggal dengan Keluarga Hwang. Paman dan bibi Hwang sudah kuanggap seperti orang tuaku. Mereka pun tak pernah membedakan perlakuan antara aku dan Chansung.

* * * *

Hari ini, hari pertama tahun ajaran baru sebagai siswa sekolah menengah atas pun dimulai. Aku dan Chansung melangkah menuju kelas dengan jantung yang berdegup kencang karena semangat. 

"Ya, apa yang kau pikirkan??" suara berat Chansung seketika menghentikan dentuman 'drum' di dalam kepalaku.

"Tidak ada, aku hanya mencoba mengingat-ingat letak setiap ruangan yang kita lewati.... hee"

"Dasar bodoh, makanya kau tidak boleh jauh-jauh dari Hwang Chansung mu ini! Orang lain tidak akan mau melayani kebodohanmu kalau sampai kau tersesat di gedung sekolahmu sendiri...hehehe..."

"Ya!! heemmh...." aku tidak jadi melanjutkan ucapanku.. yang dikatakan Chansung memang benar, aku memang selalu bermasalah dalam mengingat letak atau lokasi. Terutama di tempat-tempat yang baru pertama kali kukunjungi. Saat tersesat atau hilang, pasti akan berakhir dengan menelpon Chansung dan dia akan datang seperti dewa penyelamat. Huuft...

"Hehe...kau semakin jelek kalau cemberut seperti itu...!"

"Hiii...." kupasang senyuman ala bintang iklan pasta gigi selama beberapa detik lalu berjalan mendahuluinya.
 
Kupandangi sekeliling sekolah. Gedung SIHS terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama adalah ruang guru beserta ruang-ruang lain seperti ruang kesiswaan, akademik, dan ruangan-ruangan tempat beberapa sanggar pengembangan diri siswa termasuk juga ruang olahraga dan ruang kesehatan serta kantin atau cafetaria. Sedangkan seluruh ruang kelas terbagi di lantai dua dan tiga.

Kini aku memasuki sebuah ruangan di lantai dua. Ruang kelas ini sebenarnya berkapasitas 30 orang. Namun kebijakan sekolah mengatur bahwa setiap kelas hanya boleh maksimal diisi 20 siswa saja agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung lebih efektif. Terdapat deretan jendela di sisi kiri dan kanan kelasku sehingga sirkulasi udara benar-benar terjaga dengan baik. Dinding bagian depan kelas dilapisi cat warna biru tua sehingga memberi kesan teduh dan segar tapi tidak menyebabkan kantuk. Sedangkan pada dinding bagian samping dan belakang diaplikasikan cat warna putih. Loker tempat menyimpan perlengkapan siswa terjajar rapi di bagian belakang kelas. Di pojok kanan ruangan, di bagian depan, terdapat meja khusus guru lengkap dengan monitor LCD. Aku mengambil bangku kosong di deretan ke tiga dari depan, dekat dengan jendela yang menghadap langsung ke lapangan olahraga outdoor. Semilir angin begitu sejuk menerpa rambut dan pipi sebelah kiriku karena jendela dibiarkan terbuka. Aku pun mulai berbaur dan saling bertegur sapa dengan siswa lain sampai akhirnya pengajar hari itu memasuki ruangan dan pelajaran pun dimulai.

* * * *

"Hannie, ayo ke kantin...!" Chansung menyembulkan kepalanya dari balik pintu ruang kelasku. Kami memang tak sekelas, karena SIHS memisahkan ruang belajar untuk siswa laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu, bukan berarti kami tak boleh berinteraksi. Pemisahan hanya dilakukan saat jam belajar saja, selebihnya bebas....

"Kau pergi saja, aku tak ke kantin..."

"Iiissh....memangnya kau tak lapar?"

"Aku sedang diet.." jawabku asal.

"Hahahaha....kau hanya akan seperti tulang terbungkus kulit kalau melakukan diet. Malah kau harus menambah sedikit berat badanmu supaya lebih....uhhuuu....." ujar Chansung sambil meliukkan tangannya.

"HA HA, itu lucu! Kalau aku terlihat 'uhhuuu' kau akan kerepotan karena tak akan bisa menghilangkan bayanganku dari kepalamu. Sudah ah, daaah.... "

"Hooohh, lebih baik kau diet untuk mengurangi rasa percaya dirimu yang berlebihan!!" teriak Chansung.

Jam istirahat pertama ini kugunakan untuk berkeliling dan berjalan-jalan. Kususuri hampir setiap sudut SIHS nyaris tanpa terlewat. Cukup melelahkan tapi juga menyenangkan. Apalagi saat kudapati ternyata SIHS memiliki sebuah kolam raksasa di bagian belakang gedung sekolah yang awalnya kukira danau. Kolam itu didesain sedemikian rupa sehingga benar-benar menyerupai danau. Tepiannya yang dibuat berliku tampak alami, bentuknya yang memutar ke sebelah utara berakhir di sebuah benteng tembok pembatas yang terhubung ke sebuah hutan kecil. Sungguh sebuah tempat tak terduga yang langsung menarik perhatianku. Memang bukan benar-benar danau, tapi keindahan dan kenyamanannya mampu menyihir seluruh indera. Lelah yang kurasakan sirna seketika. Hamparan rumput dan ilalang menghiasi pinggiran kolam yang dibuat sedikit berbukit-bukit. Ditambah lagi sekelompok bunga camellia liar yang mulai bermekaran semakin mempercantik taman sekitar kolam yang pada dasarnya memang sudah menyimpan keanggunan tersendiri. Beberapa pohon seolah menjadi pengawal singgasana, membuat udara di sekitarnya menjadi sejuk. Sebuah pohon sakura yang berdiri tegak di sisi lain kolam melengkapi keindahan tempat yang kusebut sebagai surganya SIHS itu.

Sejenak aku duduk di sebuah bangku panjang yang terbuat dari batang kayu utuh. Tekstur dan bentuknya dibiarkan tetap alami, hanya sedikit diperhalus. Duduk di atasnya serasa duduk di batang pohon besar yang menjuntai. Bangku itu sepertinya memang sengaja disediakan untuk menikmati pemandangan yang bagiku terasa ajaib tersebut. Lalu tiba-tiba, “buk…buk…buk…” aku mendengar suara seperti benda dipukul-pukul diikuti suara lain yang tak begitu jelas dari arah sebelah kiri tempatku berada. Penasaran, akupun menghampiri sumber suara. 

Kulihat seorang namja dengan kulit kecoklatan. Rambutnya yang hitam lurus tampak berantakan. Bagian samping rambut namja itu hampir menutupi sebagian telinga. Caranya berpakaian sama sekali tak rapi. Kemeja berserakan keluar dan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Lengan kemeja yang panjang digulungnya tak beraturan hingga siku namja tersebut terlihat, jas sekolah pun tergeletak di tanah begitu saja. Jika dilihat dari seragamnya namja itu adalah siswa tahun ketiga. Setiap tingkatan di SIHS memang dapat dibedakan dari seragamnya. Untuk siswa tahun pertama di lengan sebelah kiri seragam akan terpasang badge berbentuk satu garis, dua garis untuk siswa tingkat dua, dan tiga garis untuk siswa tingkat tiga.

Namja yang kulihat itu sedang meninju-ninju batang sebuah pohon sambil mengumpat dengan kata-kata kasar dan seperti tak mempedulikan tangannya yang memerah.

“Sial! Brengsek! Aaargh…aaargh…aaargh…” teriak namja itu tanpa menghentikan pukulan-pukulannya. Ada sedikit rasa takut dan heran melihat apa yang namja itu lakukan. Namun, setelah mengumpulkan segenap nyali yang kupunya, aku pun memberanikan diri untuk menegur namja tersebut.

“Hai, emm…apa yang kau...lakukan?” tanyaku gugup. Namja itu tampak terkejut dengan sapaan tak terduga dariku. Dia berhenti memukuli pohon dan menoleh ke arahku dengan tatapan marah. Sekilas kulihat matanya sedikit berkaca-kaca.

“Siapa kau?” tanya namja itu ketus. “Hoh, anak baru rupanya!” namja itu menambahkan seraya memperhatikanku dari ujung rambut hingga ujung kaki, membuatku sedikit risih.

“Ya, anak baru! kuperingatkan kau untuk tidak mencampuri urusan orang lain, arasseo!” bentaknya sambil berkacak pinggang dan mengangkat dagu.

“Orang yang aneh!” kugelengkan kepala dan memalingkan muka dari namja itu. Tapi tiba-tiba dia sudah menarik dan mencengkram jas sekolahku dengan kedua tanganya membuat jarak wajahku dengan wajahnya kini hanya tinggal beberapa senti saja. Aku bisa melihat dengan jelas titik-titik keringat di dahi dan pelipisnya serta mata kemerahan yang sedikit sembap.

“Heh anak baru, kau harus menjaga sikapmu pada senior kalau memang ingin bertahan lama di sekolah ini dan kuingatkan sekali lagi JANGAN MENCAMPURI URUSANKU!” gertaknya. Glek… aku menelan ludah karena kaget dengan perlakuan tak terduga dari namja itu. Bahkan jika didengarkan dengan stetoskop, mungkin detak jantungku akan terdengar sepeti suara tambur. Tak kusangka namja itu akan begitu kasar memperlakukan wanita yang baru sekali dijumpainya. Sambil mengatur nafas, aku berusaha untuk tak tampak kaget ataupun takut.

“Maaf, bisakah kau lepaskan tanganmu, SUNBAE?!” kupelototi namja itu dan berusaha mendorong paksa tubuhnya untuk melepaskan diri. Tapi usahaku sama sekali tak berhasil karena tenaganya lebih besar. Aku sedikit terkejut karena namja itu sebenarnya bertubuh kurus kalau tidak bisa kukatakan kerempeng. 

“Kau akan menyesal sudah berbuat lancang padaku!” umpatnya sambil mendorong tubuhku dengan keras, membuatku jatuh terduduk.........


-bersambung-





Prolog < Previous                    Next > Angel Spring - Part 2

    No comments: