Dengan penuh percaya diri Jiyong menghampiriku dan Youngbae Oppa. Aku yang seharusnya mengambil banyak gambar Jiyong hanya berhasil mendokumentasikan beberapa momen saja saking terhipnotis oleh penampilannya. Segera kukeluarkan jus tomat-nanas yang memang sudah kusiapkan. Jiyong pun langsung sumringah melihat apa yang ada di tanganku.
"Daebak... daebak... daebak...!!!" seru Youngbae Oppa sambil bertepuk tangan menyambut Jiyong. Kami terus berjalan ke barisan paling belakang agar Jiyong bisa beristirahat tanpa terganggu. Sedangkan penonton dan peserta lain sudah kembali terfokus ke area stage untuk melihat pertunjukkan berikutnya.
"Hyuung..." panggil Jiyong pada Youngbae Oppa yang berjalan di depannya. Aku sendiri masih di belakangnya sambil mengemasi handuk dan botol minuman.
BRUKK...
"Ya ampun, Kwon Jiyong!!!" seruku.
"YA! YA! Gwenchanha? Jiyongie... YA!" Youngbae Oppa segera menghampiri dan membalikkan tubuh Jiyong yang tersungkur lalu menepuk-nepuk pipinya. Jiyong tak sadarkan diri.
"Oppa, bagaimana ini? Jiyong pasti terlalu memaksakan diri saat tampil tadi" aku turut memegangi lengannya yang terkulai.
"Kau bawa sesuatu yang berbau? Minyak wangi, misalnya...?"
"Ah~ ya, ada!" segera kuperiksa isi tas dan mencari botol parfum yang biasa kubawa kemana-mana sementara Youngbae Oppa membopong Jiyong ke area tunggu.
"Jiyongie... Kwon Jiyong... bangunlah!" oppa kembali menepuk-nepuk pipi Jiyong.
"Ini dia..." kusemprotkan sedikit parfum ke ujung jari dan mendekatkannya ke hidung Jiyong. Perlahan dia mulai membuka mata.
"Ah, syukurlah..." ucapku dan Youngbae Oppa bersamaan.
Jiyong mengerejapkan mata dan berusaha menegakkan badan dibantu oleh Youngbae Oppa. Sesekali dia memegangi keningnya yang telah dibanjiri keringat dingin.
"Kau baik-baik saja? Pusing?" tanyaku. Jiyong tak menjawab. Wajahnya yang pucat berangsur-angsur mulai "berwarna".
"Sebaiknya kita antar kau ke rumah sakit. Hyung lihat kondisimu benar-benar tak baik..." ujar Youngbae Oppa.
"Tak perlu, aku baik-baik saja!"
"BAIK-BAIK SAJA BAGAIMANA? PINGSAN BEGITU KAU BILANG BAIK-BAIK SAJA!" Youngbae Oppa meninggikan suaranya.
"Jiyong, oppa ben..."
"Sudah kubilang aku baik-baik saja, tak perlu ke rumah sakit. Lagipula kompetisi belum selesai kan?!" Jiyong bersikeras.
"Ya! Jiyongie, kau lebih mementingkan kompetisi daripada kesehatanmu?? Dasar keras kepala!"
"HYUNG, kau cerewet sekali! Dain-ah, kau lihat aku baik-baik saja kan?" tanya Jiyong. "Hyung terlalu berlebihan, aku hanya... aargh..." dia kembali terduduk sambil memegangi kepala saat sedang mencoba berdiri.
"Lihat, kau sebut itu baik-baik saja??" Youngbae Oppa mendengus kesal.
Jiyong tertunduk tapi kemudian segera menegakkan badannya. Seolah ingin memperlihatkan kalau dia benar-benar baik-baik saja. Aku tak habis pikir melihat Jiyong, sebenarnya apa yang dia cari? Kenapa begitu memaksakan diri seperti itu padahal jelas-jelas tubuhnya memberi sinyal negatif.
"Han Dain, kau masih ingin melihatku tampil di babak berikutnya, bukan?" Jiyong mencari dukungan.
Kompetisi memang belum selesai. Setelah semua peserta tampil, juri akan mengumumkan 4 peserta yang akan maju ke babak battle untuk memperebutkan posisi juara. Benar, penampilan Jiyong tadi sangat menakjubkan. Tak menutup kemungkinan dia akan jadi salah satu dari empat peserta yang lolos. Tapi kondisinya saat ini...
"Benar, kau harus memastikan tak berganti nama menjadi 'Song Jiyong'" jawabku.
"DAIN-AH!" Youngbae oppa memelototiku. Sedangkan Jiyong tersenyum mendengar apa yang baru saja kuucapkan.
"See... hyung?" ucap Jiyong puas.
"Tapi... sekarang aku bosan dan haus. Aku ingin minum teh hijau yang diberi perasan lemon dan madu agar lebih semangat saat melihat penampilanmu. Kau belikan untukku ya, Kwon Jiyong!?"
"HAN DAIN, APA-APAAN KAU??" Youngbae Oppa semakin meradang diikuti oleh tatapan heran dari Jiyong.
Tanpa mempedulikan Youngbae Oppa, aku kembali mengajukan beberapa persyaratan, "Jiyong, kau tahu kan kedai yang di ujung jalan? Di sana mereka menjual teh hijau siap minum, aku pernah membelinya. Kau tinggal meminta pesanan khusus dengan perasan lemon dan madu, jangan terlalu dingin, esnya cukup dua balok kecil saja, gulanya juga sedikit, aku tak ingin terkena diabetes, dan oh.. ya... aku mau pakai sedotan warna kuning, kedai itu kan sangat khas dengan sedotan warna-warninya, aahh... pastu lucu sekali minum dengan sedotan warna kuning itu..."
"YA! Apa maksudmu?" kali ini Jiyong ikut protes.
"...dan aku tak ingin menunggu lebih dari 10 menit. Kalau kau tepat waktu, aku setuju kau tetap di sini. Bagaimana?" tantangku.
"Heh... kau mau mempermainkanku?"
"Tidak. Aku hanya haus dan ingin sesuatu yang menyegarkan! Kau pikir aku tak lelah sejak sore tadi mondar-mandir kesana-kemari sambil menahan tubuhmu?"
"Hoho, kau menyesal dan sekarang mau membalasku? Kalau begitu kenapa sekarang tak pulang saja dan mengadu pada Hwang Chansungmu sekalian!?" sungut Jiyong.
"Han Dain, sebenarnya apa maksudmu? Kau meminta Jiyong membelikan minuman di ujung jalan sana hanya dalam waktu 10 menit? Kau lupa kalau Jiyong baru..."
"Apa oppa lupa kalau Jiyong bilang dia baik-baik saja? Seharusnya permintaanku bukan hal yang sulit, bukan?" lirikku pada Jiyong.
"Baiklah, aku segera kembali..." dengan tertatih Jiyong berdiri dan meninggalkan kami. Sedikit demi sedikit dia mulai berlari dan menghilang ditelan kerumunan. Hatiku sebenarnya sakit melihat Jiyong seperti itu, tapi tak ada jalan lain...
"Jangan lupa perasan lemon, madu, sedikit es dan gula juga sedotan kuning!!" teriakku.
"Ckck... aku akan menyusulnya!" Youngbae oppa berujar sambil hendak berlari. Aku segera menahannya.
"Oppa... maafkan aku, tapi biarkan Jiyong sendiri saja..."
"Kau sudah gila? Keterlaluan!! Apa maksudmu sebenarnya?"
"Oppa, aku tak bermaksud menyakiti atau membuat kondisi Jiyong makin parah. Jika dia tepat waktu, berarti harus kita akui kalau Jiyong memang "baik-baik saja". Tentu setelahnya Jiyong harus tetap memeriksakan diri. Tapi jika tidak, Jiyong tak akan punya alasan untuk menolak ke rumah sakit..."
"Benar, lalu bagaimana jika ternyata kondisi Jiyong makin parah? Bagaimana jika dia tak kembali sama sekali?? Apa kau berpikir sampai kesana?"
"Oppa, percayalah padaku... Bukankah kemarin oppa yang bilang kalau Jiyong pasti baik-baik saja? Oppa juga yang mengingatkanku tentang semangat Jiyong dalam mengikuti kompetisi ini..."
Youngbae oppa terdiam, sepertinya mulai memahami alasanku. Kami akhirnya menunggu sambil dari jauh melihat peserta yang mulai maju satu persatu. Semua ada 20 orang dan sekarang sudah sampai pada peserta terakhir.
* * * *
Hampir sepuluh menit, Jiyong belum juga kembali. Apa aku terlalu berlebihan? Jangan-jangan Jiyong pingsan lagi atau terjadi sesuatu yang lebih buruk. Bagaimana kalau oppa benar? Bagaimana kalau Jiyong... aah... semoga dia tak apa-apa. Kulihat Youngbae oppa pun mulai gelisah.
Tak lama kemudian... sesosok makhluk kerempeng berlari ke arah kami. Kwon Jiyong dengan satu cup di tangannya lengkap dengan sedotan berwarna kuning sesuai permintaan.
"Hoh... hoh... hoh..." nafas Jiyong begitu memburu. Dia terlihat seperti pelari marathon yang baru sampai di garis finish. Segera kuserahkan handuk untuk menyeka keringat dan memberinya ruang agar bisa duduk.
"Aku berhasil kan... hah? aku berhasil? hahaha..." ucap Jiyong terengah-engah sambil menyerahkan pesananku. Kulirik Youngbae Oppa yang menahan senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Yeah, you did! Gomawo, Kwon Jiyong" jawabku. "Are you okay??" tanyaku kemudian.
"Sudah kubilang aku baik-baik saja, hahaha. Minta minum...!" serunya.
Aku menyerahkan cup yang tadi diserahkannya, "Untukmu..."
"Mwo??"
"Minuman ini baik untuk menyegarkan tubuh. Madunya akan mengembalikan stamina dan menambah energi dengan relatif cepat. Sedangkan perasan lemon yang kecut bisa menghilangkan rasa mual dan meredakan pusing."
"YA! Aku susah payah membeli ini tapi tak kau minum?? Iish... jinja!" Jiyong terlihat kesal.
"Jika lolos nanti, kau masih ingin tampil dengan prima kan? Minumlah..."
"Percuma berlari tergesa-gesa kalau ujung-ujungnya ini kuminum sendiri? Padahal aku melakukannya karena kau yang minta!! Huuh... menyebalkan!"
Aku hanya menjawab kata-katanya dengan senyum. Jiyong sendiri, meski kesal, tokh tetap meminum "ramuan" teh hijau yang kupesan itu.
"Yaaa... Han Dain kau? Hahaha... menyenangkan sekali punya pacar seperti Han Dain" Youngbae Oppa menggodaku.
"Eeeiii... jangan mulai membicarakan hal yang aneh-aneh!" ucapku dan Jiyong serempak, diikuti gelak tawa Youngbae Oppa.
* * * *
"Baik, peserta yang akan melakukan battle dance adalah........... peserta dengan nomor tujuh..." MC mulai memberi pengumuman tentang empat besar. Tepuk tangan menyambut peserta nomor tujuh yang mulai memasuki arena.
"Berikutnya adalah peserta dengan nomor sepuluh..." Youngbae oppa melakukan toss dengan peserta di kiri-kanannya diiringi oleh sambutan yang tak kalah meriah.
"Dilanjutkan dengan peserta nomor tiga... belas..." Aku dan Jiyong saling memandang, dia memelukku sebentar sebelum kemudian menyusul dua peserta lain yang telah di arena.
"Dan terakhir adalah peserta nomor.................... dua puluh"
Lengkap sudah MC mengumumkan finalis babak battle. DJ mulai memainkan musik sebagai tanda pertarungan segera dimulai.
Keempat peserta turun bersamaan dan akan memeragakan gerakan andalan masing-masing secara bergantian. Di babak ini, semakin sulit menentukan siapa yang lebih bagus dari siapa. Mereka adalah streetdancer terbaik yang pernah kulihat. Peserta nomor tujuh itu misalnya, dia terlihat masih sangat muda, bahkan bisa dibilang masih remaja. Tapi begitu menari, auranya benar-benar berubah. Seperti menjelma jadi sosok lain yang jauh lebih dewasa. Sedangkan peserta nomor dua puluh memiliki gaya yang unik. Dia memadukan gerakan balet ke dalam irama yang menghentak khas hip hop dan RnB. Benar-benar luar biasa.
Setelah melakukan pertarungan yang cukup sengit. Akhirnya babak battle selesai juga. Semua peserta, disamping para finalis, tumpah ruah ke area stage dan menari bersama seolah sedang berpesta. Mereka seperti tak lagi menghiraukan siapa yang akan jadi juara dan hanya bersenang-senang, sementara itu juri sedang menggodok poin para finalis.
Di sela-sela pesta dadakan yang sedang berlangsung, kulihat Jiyong mulai sempoyongan. Dia berjalan ke arahku sambil menutupi wajahnya. Tidak! Dia bukan menutupi wajah, melainkan menutupi hidungnya. Barulah kusadari kalau hidung Jiyong ternyata mengeluarkan darah.
"Ya.. Ya.. Ya..!" dengan panik aku segera mencari tissue. Ini bukan hal yang baik. Suhu tubuhnya kembali tinggi, keringatnya juga berlebihan.
"Ok, Kwon Jiyong, sekarang tak ada alasan lagi untuk menolak. Kita ke rumah sakit sekarang juga!" perintahku. Tanpa protes ini-itu, Jiyong langsung menurut. Kami pun meninggalkan hiruk pikuk Hongdae yang sedang berpesta.
* * * *
Dokter sudah memeriksa Jiyong. Syukurlah dia tak menderita sesuatu yang serius. Menurut hasil pemeriksaan, Jiyong hanya mengalami kelelahan dan dehidrasi karena tubuhnya dipaksa melakukan aktivitas melebihi kapasitas. Sekarang dia sedang menerima perawatan I.V di Unit Gawat Darurat. Jiyong tak memerlukan rawat inap. Dokter hanya menyarankan Jiyong untuk tidur dan beristirahat selama cairan-cairan vitamin itu bekerja.
"Pulanglah... sudah pagi!" pinta Jiyong dengan suara lemah dan frekuensi kedipan mata yang mulai melambat.
"Hmm... segera setelah Guru Kim datang. Aku sudah memberitahunya dan sekarang mungkin sedang menuju kemari. Kau istirahatlah..." sahutku.
Jam di ponselku memperlihatkan angka 2.20 AM. Hampir 12 jam aku menemani Jiyong sejak persiapan kompetisi kemarin sore. Lelah juga rasanya... Ingiin sekali menelepon Chansung dan memintanya menjemput. Tapi jika ada latihan, dia pasti baru pulang ke rumah dan sangat lelah. Kondisi Chansung belakangan ini pun sedang tak begitu baik.
Tak berapa lama, Guru Kim dan Youngbae oppa datang bersamaan. Kulihat Jiyong sudah terlelap. Setelah menjelaskan kembali penjelasan dokter pada mereka, aku segera berpamitan. Tadinya Youngbae Oppa sudah akan mengantarku pulang, tapi tiba-tiba Chansung muncul... Entah bagaimana dia bisa tahu kalau aku ada di sini. Padahal tadi aku baru berandai-andai saja agar Chansung menjemput.
* * * *
"Kau tak ada latihan?" tanyaku pada Chansung.
"Hmm..? Tidak, eh... maksudku sudah selesai" jawab Chansung gugup.
"Kenapa? Apa kau juga sakit?" aku meletakkan tangan di dahi Chansung untuk mengukur suhu tubuhnya.
Chansung yang sedang menyetir segera mengelak, "Apa-apaan kau, aku sedang menyetir. Aku baik-baik saja kok!"
"Ya sudah kalau baik-baik saja. Kenapa kau marah...?"
"Ah.. tidak! Aku bukan marah. Sudahlah, kau istirahat saja. Akan kubangunkan kalau kita sudah sampai" ujar Chansung.
Aku memang mengantuk. Kuturunkan letak sandaran kursi dan memposisikan diri senyaman mungkin. Sebenarnya, tadi ada hal yang ingin kutanyakan pada Chansung. Tapi sekarang, mataku sudah terlalu berat. Jadi, kuputuskan untuk menanyakannya lain kali saja...
-bersambung-
No comments:
Post a Comment