March 8, 2014

Antara Merah dan Putih, Rasa Sakit dan Gelisah

Saat wajahmu tiba-tiba berkelebat, aku tahu bahwa (sebenarnya) ada yang terusik di dalam sana
Ada pilu, syahdu, dan sembilu
Namun kesakitan yang kini meradang seolah menepis rasa iba, kuabaikan . . .
Meski bening di sudut mata itu mengganggu
Kuumbar tawa dan sindiran pedas untuk membalas setiap kata menyayat yang pernah dilontarkannya
Tak lain agar kau turut merasakan perih yang pernah kalian goreskan (walau -mungkin- kau melakukannya secara tidak langsung)
Perih ini . . . luka ini . . . masih melekat hingga sekarang dan entah kapan akan mereda
Sampai respek itu kini berujung pada benci dan rasa muak

Tapi di sisi lain . . .
Aku tak ingin jadi penjahat!
Tak ingin hidup berkalang murka, berselimut dendam
Tak ingin terjebak dalam kegelapan yang sama dan mengotori tangan dengan cela
Satu kali aku pernah mengalaminya, tak ingin lagi!
Lalu apa arti dari gelisah ini?
Salahkah langkah yang kuambil?
Perdebatan putih dan merah terus mengudara
"Kalian memang pantas menerima hukuman!", demikian merah berkata
Sedangkan pesan si putih, "Jika itu benar, maka tak akan ada gelisah yang kau rasa" . . .

* * * * * * * * * *

No comments: