Siang itu, gue dan adek cowok lagi asyik nonton acara olahraga di TV. Tiba-tiba, seseorang langsung menampakkan diri di depan pintu utama rumah yang memang terbuka. Adek gue kayaknya gak ngeh dengan kehadiran tamu itu karena dia tetap khusyuk dengan kegiatannya. Sedangkan si tamu langsung senyam-senyum dan mengucap salam begitu melihat gue menghampiri.
"Siang, pak. Cari siapa?" sapa gue pada si tamu.
"Maaf ganggu, neng. Bapak mau minta (maksudnya uang) dan ini bapak ada kalender, ngasih buat eneng. Tapi yang ridho aja, neng. Supaya barokah... barokah buat eneng, barokah juga buat saya yang menerima..." jawab si bapak yang kira-kira berumur akhir 50-an itu sambil tersenyum ramah.
Bapak itu gak sok memelas seperti orang yang "minta" pada umumnya, beliau malah terlihat semangat dan banyak senyum. Sikapnya yang ramah dan gak basa-basi jadi nilai plus di mata gue. Akhirnya, gue keluarkan selembar uang dari dompet dan memberikannya ke si bapak. Gak lupa, gue juga terima dua buah kalender 2014 dari tangannya.
Jujur, biasanya gue suka ilfil sama pengamen atau peminta-minta yang sok memelas, meratap seolah gak berdaya, dan minta dikasihani. Bagi gue, kalau memang mau ngamen, ya ngamenlah dengan baik dan benar. Maksudnya, menyanyi dengan serius dan gak sekedar asal buka mulut. Sering banget gue menemukan pengamen dengan gaya seperti itu, menyanyi ala kadarnya dan memainkan alat musik pun cuma asal ada suaranya. Gak jelas sebenarnya lagu apa yang dinyanyikan karena yang kedengeran adalah suara gumaman mirip orang yang bicara tapi di dalam mulutnya masih penuh dengan makanan. Jadi males kan kalau mau ngeluarin uang buat musisi gak niat kayak gitu. Demikian juga sama peminta-minta yang meratap minta dikasihani. Belum lagi kalau gak dikasih, kadang mereka mengeluarkan jurus makian atau sindiran seperti "orang kaya kok pelit", atau "pada buta atau tuli kali ya ini, saya nyanyi kok gak ada yang ngasih", bahkan ada juga yang protes karena diberi uang sedikit, biasanya mereka bilang "rumah besar/baju bagus ko ngasihnya cuma segini". Nah, gimana gak ilfil coba!?
Bapak "kalender" ini beda. Beliau bersikap biasa dan bicara apa adanya tanpa banyak basa-basi atau alasan ini-itu. Walau judulnya "minta", tapi gak meratap, memelas, atau ingin dikasihani, dan yang paling penting GAK MAKSA. Gue lihat sendiri waktu bapak itu ngedatengin rumah tetangga yang kebetulan gak memberinya uang, beliau tetap senyum dan berterima kasih lalu pamit dengan sopan. Sikap yang ditunjukin si "Bapak Kalender" inilah yang meninggalkan kesan posistif. Menurut gue, yang dilakukannya bukan mengemis. Meski "meminta", tapi beliau juga menukarnya dengan kalender. Gak salah rasanya kalau gue sebut itu sebagai barter.
Sebetulnya, banyak yang "meminta" tapi "barter" ala Bapak Kalender. Tapi kenapa bapak yang satu ini terkesan "spesial"?! Yang sebenernya pengen gue sorot adalah "sikap" yang ditunjukkan sama si bapak. Selain dipengaruhi oleh sifat dasar masing-masing orang, artinya, bapak kalender memang bawaan karakternya seperti itu. Bisa dilihat, ternyata sikap atau perilaku yang kita tunjukin bisa menimbulkan dampak yang beda. Sikap yang positif bakalan menimbulkan dampak yang positif juga, langsung ataupun gak langsung. Kalau dari contoh bapak kalender tadi, karena sikapnya positif, orang pun bisa dengan rela ngeluarin uangnya (dampak positif langsung). Ketika kebetulan mendatangi rumah yang gak memberinya uang, sikap bapak kalender yang tetep positif meninggalkan kesan baik untuk pemilik rumah. Dampak gak langsungnya buat bapak kalender, beliau tetap diingat sebagai orang baik (punya citra positif) meskipun gak dapet uang. Citra positif itu "mahal" loh. Banyak orang, terutama yang lagi kampanye, mati-matian membangun citra positif supaya dapat banyak dukungan. Nah kalau membiasakan bersikap positif, lama-kelamaan sikap positif itu akan jadi bagian dari perilaku. Kalau sudah jadi perilaku yang melekat, kita gak perlu lagi capek-capek membangun citra positif kan? hmm...
No comments:
Post a Comment